Pertumbuhan penduduk adalah perubahan populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan
dalam jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan "per waktu
unit" untuk pengukuran. Sebutan pertumbuhan penduduk merujuk pada semua spesies, tapi
selalu mengarah pada manusia, dan sering digunakan secara informal untuk
sebutan demografi nilai pertumbuhan penduduk, dan
digunakan untuk merujuk pada pertumbuhan penduduk di dunia. Berikut adalah masalah kependudukan
yang terjadi di Indonesia, yaitu:
A.
DEMOGRAFIS
I. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk
Jumlah penduduk Indonesia dari hasil Sensus 2010
mencapai angka 237.641.326. Dari tahun ke tahun jumlah penduduk Indonesia
semakin bertambah. Dari sensus tahun 1971-2010, jumlah penduduk Indonesia
semakin bertambah. Sementara pertumbuhan penduduk di Indonesia berkisar antara
2,15% pertahun hingga 2,49% pertahun. Tingkat pertumbuhan penduduk seperti itu
dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu: kelahiran (fertilitas), kematian
(mortalitas), dan perpindahan penduduk (migrasi).
Peristiwa kelahiran di suatu daerah menyebabkan
perubahan jumlah dan komposisi penduduk, sedangkan peristiwa kematian dapat
menambah maupun mengurangi jumlah penduduk di suatu daerah. Mengurangi bagi
yang ditinggalkan dan menambah bagi daerah yang didatangi. Selain penyebab
langsung seperti kelahiran, kematian dan migrasi terdapat penyebab tidak
langsung seperti keadaan social, ekonomi, budaya, lingkungan, dan politik.
Jadi apabila pertubuhan penduduk di Indonesia tahun
1990 sebesar 2,15% pertahun diperlukan investasi sebesar 2,15 kali 4 sama
dengan 8,6% pertahun. Sedangkan tingkat pertumbuhan GNP di Indonesia pada tahun
yang sama hanya mencapai 4% pertahun. Defisit antara kemampuan dan kebutuhan
sebesar 8,6%-4%=4% ditutup pinjaman dari luar negeri. Hal tersebut pula lah
yang menyebabkan utang indonesia membengkak sampai sekarang ini.
II. Penyebaran Penduduk Yang Tidak Merata
Penyebaran penduduk yang tidak merata yang menyebabkan
daerah tertentu menjadi padat seperti Jakarta, Bekasi, Bandung dan kota lain di
Indonesia yang tidak meratanya penyebaran penduduk. Faktor yang mempengaruhi
penyebaran penduduk tidak merata yaitu :
- Kesuburan
tanah, daerah atau wilayah yang ditempati banyak penduduk, karena dapat
dijadikan sebagai lahan bercocok tanam dan sebaliknya.
- Iklim,
wilayah yang beriklim terlalu panas, terlalu dingin, dan terlalu basah
biasanya tidak disenangi sebagai tempat tinggal
- Topografi
atau bentuk permukaan tanah pada umumnya masyarakat banyak bertempat
tinggal di daerah datar
- Sumber
air
- Perhubangan
atau transportasi
- Fasilitas
dan juga pusat-pusat ekonomi, pemerintahan, dll.
B. NON
DEMOGRAFIS
I. Tingkat Kesehatan Penduduk yang
Rendah
Kesehatan penduduk masih menjadi
momok di indonesia, dimana segelintir orang yang memiliki kekayaan dapat dengan
mudahnya memperoleh akses kesehatan. Dan disisi lain rakyat miskin dilarang
sakit, karena susah untuk mendapatkan akss kesehatan.
Dalah hal ini kesehatan yang akan
menjadi sorotan bagaimana gambaran tingkat kesehatan adalah angka kematian
bayi. Besarnya kematian yang terjadi menunjukan bagaimana kondisi lingkungan
dan juga kesehatan pada masyarakat.
II. Pendidikan Yang Rendah
Pendidikan juga menjadi sorotan
penting tentang penduduk, karena pertumbuhan penduduk bila tidak diimbangi
dengan peningkatan pendidikan yang baik akan percuma. Karena bisa dijajah oleh
bangsa lain, penduduk tersebut bisa diexploitasi oleh bangsa lain. Dari UU yang
dikeluarkan pun terlihat bahwa wajib belajar penduduk Indonesia masih terbatas
9 tahun sementara negara lain bahkan menetapkan angka lebih dari 12 tahun dalam
pendidikannya.
Namun bagi Indonesia sendiri, angka
9 tahun pun belum semuanya terlaksana dan tuntas mengingat banyaknya pulau di
Indonesia yang masih belum terjangkau oleh berbagai fasilitas pendidikan. Dari
HDI (Human Development Indeks) tahun 2011 pun rata-rata pendidikan bangsa
Indonesia masih pada angka 5.8 tahun. Dari sini pun sudah terlihat bagaimana
tingkat pendidikan di Indonesia.
Tapi pendidikan bukanlah
satu-satunya indikator untuk mengukur kualitas SDM penduduk suatu negara.
Selain pendidikan yang penting, kualitas SDM berhubungan dengan produktivitas
kerja. Orang yang tingkat pendidikanya tinggi diharapkan punya produktivitas
yang tinggi.
Namun tidak di Indonesia, banyak
orang yang berpendidikan tinggi menjadi pengangguran. Orang yang menganggur
menjadi beban bagi orang lain. Seperti yang telihat pada grafik di bawah ini,
pengangguran yang di maksud di sini merupakan pengangguran yang terjadi karena
mereka sedang dalam proses mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, merasa tidak
mungkin mendapatkan pekerjaan, dan atau sudah punya pekerjaan tetapi belum
mulai bekerja. Terdapat angka yang menujukkan bahwa tingkat pengangguran
tertinggi berada pada tamatan SMA/Umum. Ini menujukkan bahwa pendidikan setara
SMA belum cukup untuk mengentaskan jumlah pengangguran yang ada di Indonesia.
Lulusan ini masih menjadi pertanda bahwa tingkatan produktivitas tidak
bertambah jika pendidikan hanya sebatas ini. Perlunya peningkatan pendidikan
serta pendidikan non formal tentunya akan membantu agar pengangguran tidak
menumpuk pada lulusan SMA.
III. Banyaknya Jumlah Penduduk
Miskin
Secara garis besar penurunan jumlah
warga miskin memang terlihat signifikan. Hal ini juga dibenarkan oleh beberapa
pakar yang mengamati penurunan ini. namun, angka 30 juta masih menjadi
permasalahan sendiri mengingat adanya berbagai tujuan global yang akan di capai
tahun 2015. Kemiskinan disebabkan juga karena pendidikan yang rendah yang
menyebabkan rakyat indonesia tidak bisa menikmati hasil kekayaan bumi pertiwi
ini, banyak pihak asing yang sengaja mengambil kekayaan negeri ini yang membuat
rakyatnya menderita alhasil kemiskinan pun ada.
Contoh Kasusnya:
Jumlah Penduduk Indonesia
Bakal Tembus 300 Juta Jiwa
Herdaru Purnomo - detikfinance
Selasa, 26/03/2013
08:58 WIB
Jakarta -Pada tahun 2032 mendatang, sejumlah
pakar kependudukan dan lingkungan hidup memperkirakan jumlah penduduk Indonesia
bakal mencapai 300 juta jiwa. Mayoritas dari jumlah penduduk ini di antaranya
adalah kaum muda.
Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Ekonomi dan Lingkungan Hidup Emil Salim di sela diskusi Population Dynamics and the Post-2015 Development Agenda, di Nusa Dua, Bali, memperkirakan pada tahun 2030 jumlah penduduk Indonesia akan menjadi 295 juta jiwa, dan pada 2032 diprediksikan populasi Indonesia mencapai 300 juta jiwa, dengan dugaan munculnya 60 juta pendatang yang merupakan kaum muda.
Emil Salim membacakan presentasi yang disusun oleh dirinya bersama sejumlah pakar lain yakni Evi Nurvidya Arifin, Sri Moertiningsih Adioetomo, Mubariq Ahmad, Prijono Tjiptoherijanto, Harry Heriawan Saleh, Riwanto Tirtosudarmo, Komaradjaja, dan Richard Makalew mengemukakan, terdapat tiga tren besar dalam demografi Indonesia pasca-2015 yakni berlanjutnya populasi dengan angka besar di mana mayoritas di antaranya orang muda, bertambahnya penuaan populasi, dan semakin kompeksnya mobilitas populasi.
Untuk menjawab persoalan popolasi itu, menurut Emil Salim, tidak bisa hanya mengandalkan satu kebijakan umum yang diperuntukkan bagi seluruh provinsi di Indonesia. "Indonesia bukan hanya Jawa saja. Tidak ada satu kebijakan yang benar-benar cocok untuk seluruh daerah," ujar Emil seperti dikutip dari situs resmi Sekretariat Negara, Selasa (26/3/2013).
Oleh karena itu, para pakar merekomendasikan sejumlah poin yang patut diperhitungkan untuk dilakukan sebagai Agenda Pembangunan Pasca-2015.
Poin awal yakni merekayasa kependudukan, dengan cara melaksanakan perencanaan keluarga berencana dengan meyakinkan masyarakat bahwa tingkat kesuburan bisa dikontrol, dan memastikan selalu menggunakan metode kontrasepsi yang aman dan efektif.
Selain itu mereka juga merekomendasikan pemberantasan kemiskinan serta memastikan kesehatan, pendidikan, meningkatkan pertumbuhan masyarakat urban dan bekerja, keamanan pangan dan nutrisi, kecukupan air dan energi efisien, menjaga keberlangsungan alam, mengantisipasi konflik serta menciptakan keterbukaan informasi pemerintahan.
Terkait rekayasa kependudukan, sebelumnya Plt. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Soedibyo Alimoeso mengatakan pemerintah daerah berperan penting dalam upaya tersebut.
Soedibyo mengatakan bahwa selama ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengingatkan bahwa pengentasan masalah kemiskinan sebagai salah satu target MDGs 2015 bisa dicapai apabila masalah kependudukan bisa terselesaikan dengan baik.
"Dibutuhkan komitmen kepala daerah untuk dapat mewujudkan keberhasilan rekayasa penduduk, guna mencapai keberhasilan MDGs 2015. Presiden sudah berkali-kali mengingatkan hal ini, tetapi masalahnya kadang ke bawahnya tidak berjalan," ujar dia.
Soedibyo mengatakan saat ini jumlah penduduk seakan dianggap sebagai pemberian yang harus diterima begitu saja. Padahal, kependudukan harus direkayasa untuk mewujudkan kesejahteraan penduduk itu sendiri.
Menurut Soedibyo, rekayasa penduduk atau yang dikenal dengan population dynamics dapat dilakukan dengan tiga cara yakni terkait kelahiran, kematian, dan migrasi. Pengaturan terhadap ke-tiga hal itu menurut dia, penting untuk diperhatikan.
"Saat ini angka pertumbuhan penduduk stagnan 1,49 persen dari target 1,23 persen, ini masih `lampu merah`," kata Plt Kepala BKKBN itu.
Meskipun demikian, lanjut Soedibyo, sejauh ini pemerintah telah menggalakkan kembali program kependudukan dan KB untuk pertumbuhan penduduk yang seimbang, meningkatkan usia harapan hidup, serta meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup dari setiap penduduk, khususnya perempuan dan remaja.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar