Minggu, 11 Oktober 2015

Contoh Kasus Pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat



Tahun 2012 Masih Rentan Konflik Sosial
Jumat, 3 Februari 2012 | 22:56 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -- Gerakan radikalisme dan konflik sosial diprediksi masih akan terus terjadi pada tahun-tahun mendatang. Pada tahun 2012, pemerintah dan khususnya aparat keamanan, harus mewaspadai terjadinya aksi radikalisme yang terdiri dari konflik-konflik sosial dan kekerasan atas nama agama.

Demikian diungkapkan Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Lazuari Birru, Dhyah Ruth, Jumat (3/2/2012) di Jakarta. Menurut Dhyah, radikalisme yang terkait dengan konflik-konflik sosial bersumber dari deprivasi ekonomi, yaitu perasaan terpinggirkan secara ekonomi.

Selain itu, menurut Dhyah, karena adanya perasaan kalangan masyarakat yang teralienasi, yaitu perasaan terasing hidup di lingkungan sendiri. Lalu, adanya perasaan terancam dari kelompok masyarakat, yaitu perasaan bahwa posisinya dilemahkan atau tertekan.

Kelompok radikal, kata Dhyah, berpotensi besar melakukan infiltrasi terhadap konflik-konflik sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Isu-isu marginalisasi, kesenjangan ekonomi, dan kemiskinan, tetap menjadi fokus kampanye kelompok radikal.

Selain itu, pertentangan kelas juga menjadi isu yang sangat mudah dimanfaatkan kelompok-kelompok tertentu untuk menyulut kekerasan. Misalnya, buruh dengan pengusaha atau petani dengan pengusaha agrobisnis atau perkebunan.

Dhyah mengungkapkan, dari survei indeks radikalisme Lazuardi Birru tahun 2011, kelompok pekerjaan petani, nelayan dan peternak memiliki indeks kerentanan tertinggi, yaitu 46,4. Kemudian, kelompok pengangguran memiliki skor indeks kerentanan 44,8, dan kelompok buruh dan pekerjaan serabutan mencapai 43.9.

"Skor itu berada di atas titik aman, yaitu 33,3. Skor 0 menunjukkan tidak radikal dan skor 100 menunjukkan sangat radikal," jelasnya.

Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2012/02/03/22564017/Tahun.2012.Masih.Rentan.Konflik.Sosial





Pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat

A. Pertentangan Sosial 
Pertentangan sosial merupakan suatu penyimpangan yang biasanya didasari oleh kesalah pahaman. Pertentangan sosial dapat dilihat dari kehidupan sehari-hari, contohnya: tawuran, peperangan antar suku dan juga kekerasan dalam rumah tangga semua , semua itu hanya ingin memuaskan keegoisan masing-masing yang ingin memenangkan dirinya sendiri. Dalam kehidupan sehari-hari ini adalah tawuran, tawuran biasanya dilakukan hanya karena saling ejek satu sama lain, untuk memperoleh kebanggaan tersendiri. Hal tersebut dapat dihilangkan dengan cara percaya satu sama lainnya, terbuka, saling pengertian dan semua itu dapat di tanamkan dari kecil agar tidak mudah salah paham terhadap orang lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pertentangan sosial, yaitu :
1. Rasa iri antara individu,negara, dan masyarakat.
2. Adanya rasa tidak puas masyarakat terhadap kepemerintahan. 
3. Banyak adu domba antara politik,agama,suku serta budaya.

Hidup bermasyarakat yaitu sebuah hubungan antar individu-individu maupun antar kelompok dan golongan yang terjadi dalam proses kehidupan. Hidup bermasyarakat juga berarti kehidupan dinamis, dimana setiap anggota masyarakat salaing berinteraksi. Hubungan antar individu ini pun diikat oleh ikatan yang berupa norma serta nilai-nilai yang telah dibuat bersama para anggota. Norma dan nilai-nilai inilah yang menjadi alat pengendali agar para anggota masyarakat tidak terlepas dari rel ketentuan yang telah disepakati itu.

Solidaritas, toleransi dan tenggang rasa adalah bukti kuatnya ikatan itu. Sakit salah satu anggota masyarakat akan dirasakan oleh anggota masyarakat lainnya. Dari hubungan seperti itulah lahir keharmonisan dalam hidup bermasyarakat.

Pada kenyataannya tidak semua masyarakat membentuk sebuah harmonisasi. Pada kondisi-kondisi tertentu hubungan antara masyarakat diwarnai berbagai persamaan. Namun sering juga didapati perbedaan-perbedaan, bahkan pertentangan dalam masyarakat. Hal-hal seperti itulah yang menimbulkan perpecahan dalam masyarakat. Salah satu contohnya adalah Pertentangan sosial dan integrita masyarakat.

B. Integrasi Masyarakat
Integrasi sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memilki keserasianfungsi.

Definisi lain mengenai integrasi adalah suatu keadaan di mana kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan bersikap komformitas terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetap mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing. Integrasi memiliki 2 pengertian, yaitu :

Pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu Membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu. Sedangkan yang disebut integrasi sosial adalah jika yang dikendalikan, disatukan, atau dikaitkan satu sama lain itu adalah unsur-unsur sosial atau kemasyarakatan.

Suatu integrasi sosial di perlukan agar masyarakat tidak bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik merupa tantangan fisik maupun konflik yang terjadi secara sosial budaya. Integrasi sosial akan terbentuk apabila sebagian besar masyarakat memiliki kesepakatan tentang batas-batas teritorial, nilai-nilai, norma-norma, dan pranata-pranata sosial.
a. Faktor Internal :
-kesadaran diri sebagai makhluk sosial
-tuntutan kebutuhan
-jiwa dan semangat gotong royong

b. Faktor External :
-tuntutan perkembangan zaman
-persamaan kebudayaan
-terbukanya kesempatan berpartisipasi dalam kehidupan bersama
-persaman visi, misi, dan tujuan
-sikap toleransi
-adanya kosensus nilai
-adanya tantangan dari luar 

Integrasi masyarakat dapat diartikan adanya kerjasama dari seluruh anggota masyarakat, mulai dari individu, keluarga, lembaga-lembaga, dan masyarakat secara keseluruhan Integrasi masyarakat akan terwujud apabila mampu mengendalikan prasangka yang ada di dalam masyarakat, sehingga tidak terjadi konflik.

Dalam memahami integrasi masyarakat, kita juga mengenal integrasi nasional, yaitu organisasi-organisasi formal yang melalui mana masyarakat menjalankan keputusan-keputusan yang berwenang. Untuk terciptanya integrasi nasional, perlu adanya suatu jiwa, asas spiritual, solidaritas yang besar. Perlu dicari bentuk-bentuk akomodatif yang dapat mengurangi konflik sebagai akibat dari prasangka, yaitu melalui 4 sistem:
1. Sistem budaya seperti nilai-nilai Pancasila dan UUD 45.
2. Sistem sosial seperti kolektiva-kolektiva sosial dalam segala bidang.
3. Sistem kepribadian yang terwujud sebagai pola-pola penglihatan, perasaan, pola-pola penilaian.
4. Sistem organik jasmaniah, di mana nasion tidak didasarkan atas persamaan ras.

Contoh Kasus Masyarakat Perkotaan dan Masyarakat Pedesaan



Rabu, 20 Mei 2015 - 01:16 WIB  
Kasus Anak Ditelantarkan, Bukti Masyarakat Perkotaan Idap Stres Sosial
 
DEPOK - Pengamat Sosial Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati menilai, berdasarkan beberapa literatur tidak ditemukan serangkaian alasan orangtua berniat ingin menelantarkan anak. Namun kasus nyata terjadi di Cibubur, Bekasi yang dilakukan orangtua menelantarkan anak-anak mereka.

Belakangan ketergantungan narkoba menjadi motif mengapa mereka tega melakukan hal itu. Devie menilai penggunaan narkoba sudah menjawab perilaku abnormal orang tua tersebut.

"Perilakunya tak seperti pengasuhan anak, mengapa padahal berprofesi terhormat, rupanya pengaruh narkoba. Data BNN mengatakan sebagian besar pengguna narkoba adalah para pekerja. Rasionalisasinya, para pekerja miliki uang dibutuhkan industri narkoba," tegas Dosen Vokasi UI ini, Selasa (19/5/2015).

Devie menambahkan, pekerja menumbuhkan materi. Menjadi manusia modern Ibu Kota memiliki dua ciri penyakit sosial yakni hidup sendirian di dalam keramaian serta terobsesi memenuhi kebutuhan simbolik, bukan kebutuhan dasar.

"Ada lanjutannya bukan sekedar makanan apa, sandang apa, tetapi kebutuhan hidup yang gaya membuat para manusia modern terobsesi menjadi sangat produktif. Hal itu memancing industri narkoba, dan mereka yang menggunakan dapat timbulkan halusinasi, jauh lebih prima. Gunakan dosis berlebihan hingga kecanduan. Produktifitas semu," katanya.

Penulis buku ini menambahkan, alasan lainnya yakni masyarakat perkotaan sering merasa sendiri dimana ikatan dengan lingkungan sosial sudah renggang. Masyarakat perkotaan yang heterogen, kata dia, sulit membangun komunikasi sosial.

"Masyarakat kota-kota besar tak mengenal tetangga satu dan lain, profesi berbeda.Zonanya beda-beda tak seperti di desa sama-sama petani, ketika ada masalah mohon bantuan kerabat dekat sehingga terbangunnya komunikasi sosial.Di kota belum lagi persoalan psikologis, bercerai, dan lainnya," papar Devie.

Menurutnya, negara sudah menciptakan sistem mematikan kearifan lokal dimana sistem pasar kita berubah menjadi sistem pasar modern berbasis teknologi. Devie menyebut masyarakat Indonesia semakin terhimpit.

"Mereka terjebak, terhimpit, menjadi 'Masyarakat Burger', sistem tak adil membuat mereka peroleh tuntutan cari kehidupan tak ekonomis.Hal ini banyak menimbulkan depresi berkaca pada kasus Cibubur Bekasi.Orangtua sudah stres, akhirnya melakukan kekerasan menyakiti anaknya sebagai saluran stres," jelasnya.

Devie menambahkan, belum lagi masalah kesibukan orangtua, paradoks internet dan jarak yang semakin membuat anak sulit bertemu dengan orangtuanya."Dalam kasus ini, narkoba pangkalnya. Harapannya hukum jangan jauhkan orang tua dari anaknya. Rehabilitasi dibedah masalahnya. Orangtua harus berhenti narkobanya, terapi jiwanya, rehabilitasi dan anak dipertemukan," tegasnya.


Masyarakat Perkotaan dan Masyarakat Pedesaan

Masyarakat (society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur. Masyarakat menurut jenisnya atau tipenya yang secara umum dibedakan menjadi dua bagian yaitu :
a. Masyarakat tradisional (sederhana) dan masyarakat modern.
b. Masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan.

Kita akan membahas tentang pengertian Masyarakat Desa dan Masyarakat Kota, juga perbedaan dari keduanya sebagai berikut :
A.      Masyarakat Desa (Rural Community)
Masyarakat desa sering diartikan sebagai masyarakat tradisional dari masyarakat primitif (sederhana). Namun pandangan tersebut sebetulnya kurang tepat, karena masyarakat desa adalah masyarakat yang tinggal di suatu kawasan, wilayah, teritorial tertentu yang disebut desa. Sedangkan masyarakat tradisional adalah masyarakat yang penguasaan ipteknya rendah sehingga hidupnya masih sederhana dan belum kompleks. Memang tidak dapat dipungkiri masyarakat desa dinegara sedang berkembang seperti Indonesia, ukurannya terdapat pada masyarakat desa yaitu bersifat tradisional dan hidupnya masih sederhana. Karena desa-desa di Indonesia pada umumnya jauh dari pengaruh budaya asing/luar yang dapat mempengaruhi perubahan-perubahan pola hidupnya.

Adapun ciri-ciri masyarakat desa antara lain :
- Anggota komunitas kecil.
- Hubungan antar individu bersifat kekeluargaan.
- Sistem kepemimpinan informal.
- Ketergantungan terhadap alam tinggi.
- Religius magis artinya sangat baik menjaga lingkungan dan menjaga jarak dengan penciptanya, cara yang ditempuh antara lain melaksanakan ritus pada masa-masa yang dianggap penting misalnya saat kelahiran,khitanan, kematian dan syukuran pada masa panen, bersih desa.
- Rasa solidaritas dan gotong royong tinggi.
- Kontrol sosial antara warga kuat.
- Hubungan antara pemimpin dengan warganya bersifat informal.
- Pembagian kerja tidak tegas, karena belum terjadi spesialisasi pekerjaan.
- Patuh terhadap nilai-nilai dan norma yang berlaku di desanya (tradisi)
- Tingkat mobilitas sosialnya rendah.
- Penghidupan utama adalah petani. 

B.       Masyarakat Perkotaan (Urban Community)
Masyarakat perkotaan sebetulnya tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat desa karena
antara desa dengan kota ada hubungan konsentrasi penduduk dengan gejala-gejala sosial
yang dinamakan urbanisasi, yaitu perpindahan penduduk dari desa kekota. Masyarakat
perkotaan merupakan masyarakat urban dari berbagai asal/desa yang bersifat heterogen dan
majemuk karen terdiri dari berbagai jenis pekerjaan/keahlian dan datang dari berbagai ras,
etnis, dan agama.

Mereka datang ke kota dengan berbagai kepentingan dan melihat kota sebagai tempat yang memiliki stimulus (rangsangan) untuk mewujudkan keinginan. Maka tidaklah aneh apabila kehidupan di kota diwarnai oleh sikap yang individualistis karena mereka memiliki kepentingan yang beragam. Lahan pemukiman di kota relatif sempit dibandingkan di desa karena jumlah penduduknya yang relatif besar maka mata pencaharian yang cocok adalah disektor formal seperti pegawai negeri, pegawai swasta dan di sektor non-formal seperti pedagang, bidang jasa dan sebagainya. Sektor pertanian kurang tepat dikerjakan di kota karena luas lahan menjadi masalah apabila ada yang bertani maka dilakukan secara hidroponik. Kondisi kota membentuk pola perilaku yang berbeda dengan di desa, yaitu serba praktis dan realistis. 


Ciri-ciri masyarakat kota (urban) antara lain :
- Kehidupan keagaaman berkurang, karena cara berpikir yang rasional dan cenderung sekuler.
- Sikap mandiri yang kuat  dan tidak terlalu tergantung pada orang lain.
- Pembagian kerja sangat jelas dan tegas berdasarkan tingkat kemampuan/ keahlian.
- Hubungan antar individu bersifat formal dan interaksi antar warga berdasarkan kepentingan.
- Sangat menghargai waktu sehingga perlu adanya perencanaan yang matang.
- Masyarakat cerderung terbuka terhadap perubahan didaerah tertentu (slum).
- Tingkat pertumbuhan penduduknya sangat tinggi.
- Kontrol sosial antar warga relatif rendah.
- Kehidupan bersifat non agraris dan menuju kepada spesialisasi keterampilan.
- Mobilitas sosialnya sangat tinggi karena penduduknya bersifat dinamis, memanfaatkan waktu dan kesempatan, kreatif, dan inovatif.

Perbedaan antara Masyarakat Desa dan Masyarakat Kota:
a. Lingkungan Umum dan Orientasi Terhadap Alam. Masyarakat pendesaan berhubungan kuat dengan alam karena lokasi geografisnya di daerah desa. Penduduk yang tinggal di desa akan banyak ditentukan oleh kepercayaan dan hukum alam. Berbeda dengan penduduk yang tinggal di kota yang kehidupannya “bebas” dari realitas alam.
b. Pekerjaan atau Mata Pencaharian. Pada umumnya mata pencaharian di daerah pendesaan adalah bertani tapi tak sedikit juga yang bermata pencaharian berdagang sebab beberapa daerah pertanian tidak lepas dari kegiatan usaha.
c. Ukuran Komunitas. Komunitas pendesaan biasanya lebih kecil dari komunitas perkotaan.
d. Kepadatan Penduduk. Penduduk desa kepadatannya lebih rendah bila dibandingkan dengan kepadatan penduduk kota. Kepadatan penduduk suatu komunitas kenaikannya berhubungan dengan klasifikasi dari kota itu sendiri.
e. Homogenitas dan Heterogenitas. Homogenitas atau persamaan ciri-ciri sosial dan psikologis, bahasa, kepercayaan, adat-istiadat, dan perilaku. Nampak pada masyarakat pendesaan bila dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Di kota sebaliknya penduduk heterogen, terdiri dari orang-orang dengan macam-macam perilaku, dan juga bahasa penduduk di kota lebih heterogen.
f. Diferensiasi Sosial. Keadaan heterogen dari penduduk kota berindikasi pentingya derajat yang tinggi di dalam diferensiasi sosial.
g. Pelapisan Sosial. Kelas sosial di dalam masyarakat sering Nampak dalam bentuk “piramida terbalik” yaitu kelas-kelas yang tinggi berada pada posisi di atas piramda, kelas menengah ada diantara kedua tingkat, kelas ekstrem dari masyarakat.